Selasa, 01 Januari 2013

DAGING KONSUMSI


MAKALAH MIKROBIOLOGI PANGAN
KERUSAKAN PADA BAHAN PANGAN DAGING

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Bahan makanan, selain merupakan sumber gizi bagi manusia, juga merupakan sumber makanan bagi mikroorganisme. Pertumbuhan mikroorganisme dalam bahan pangan dapat menyebabkan perubahan yang menguntungkan seperti
perbaikan bahan pangan secara gizi, daya cerna ataupun daya simpannya. Selain itu pertumbuham mikroorganisme dalam bahan pangan juga dapat mengakibatkan perubahan fisik atau kimia yang tidak diinginkan, sehingga bahan pangan tersebut tidak layak dikomsumsi. Kejadian ini biasanya terjadi pada pembusukan bahan pangan (Sutaryo 2004).
Bahan pangan dapat bertindak sebagai perantara atau substrat untuk pertumbuhan mikroorganisme patogenik dan organisme lain penyebab penyakit. Penyakit menular yang cukup berbahaya seperti tifus, kolera, disentri, TBC, mudah tersebar melalui bahan makanan. Gangguan-gangguan kesehatan, khususnya ganguan perut akibat makanan disebabkan, antara lain oleh kebanyakan makan, alergi, kekurangan zat gizi, keracunan langsung oleh bahan-bahan kimia, tanaman atau hewan beracun, toksin-toksin yang dihasilkan bakteri mengkomsumsi pangan yang mengandung parasit-parasit hewan dan mikroorganisme. Gangguan-gangguan ini sering dikelompokkan menjadi satu karena memiliki gejala yang hampir sama (Albiner 2002)
Secara umum, istilah keracuan makanan yang sering digunakan untuk menyebut gangguan yang disebabkan oleh mikroorganisme., mencakup gangguan-gangguan yang diakibatkan termakannya toksin yang dihasilkan organisme-organisme tertentu dan gangguan-gangguan akibat terinfeksi organisme penghasil toksin (Albiner 2002). Toksin-toksin dapat ditemukan secara alami pada beberapa tumbuhan dan hewan atau suatu produk metabolit toksik yang dihasilkan suatu metabolisme. Dengan demikian, intoksikasi pangan adalah gangguan akibat mengkonsumsi toksin dari bakteri yang telah terbentuk dalam makanan, sedangkan infeksi pangan disebabkan masuknya bakteri ke dalam tubuh melalui makanan yang telah terkontaminasi dan sebagai akibat reaksi tubuh terhadap bakteri atau hasil-hasil metabolismenya (Supardi dan Sukanto1999).

Tujuan
            Mengetahui penyebab terjadinya kerusakan pada daging dan ciri-ciri kerusakan serta cara penyimpanan yang baik terhadap daging.

TINJAUAN PUSTAKA

Bahan Pangan


Sejak saat bahan pangan dipanen, dikumpulkan, ditangkap atau disembelih, bahan tersebut akan mengalami kerusakan. Kerusakan ini akan berlangsung sangat lambat atau sangat cepat tergantung dari macam bahan

pangan (Susiwi 2009). Bahan pangan

mentah dapat menjadi rusak atau busuk karena beberapa penyebab, diantaranya adalah adanya aktifitas mikroba di dalam bahan pangan dan secara fisik akibat dari proses produksi bahan pangan itu sendiri (misalnya pemanenan, pengiriman ke pasar atau ke konsumen). Dalam pemilihan bahan pangan yang merupakan hasil pertanian, perkebunan, perikanan dan peternakan harus memperhatikan beberapa hal seperti, penampilannya baik dan tidak menunjukkan tanda-tanda kerusakan atau kebusukan, waktunya tidak terlalu lama sejak dipanen atau dipotong, kondisi fisiknya sudah cukup tua (matang) sesuai dengan umur panen (Handono 2011).
Semua makluk hidup memerlukan makanan untuk pertumbuhan dan mempertahankan kehidupannya. Bakteri, khamir dan kapang, insekta dan rodentia (binatang pengerat) selalu berkompetisi dengan manusia untuk mengkonsumsi persediaan pangannya (Albiner 2002). Senyawa organik yang sangat sensitif dalam bahan pangan, dan keseimbangan biokimia dari senyawa tersebut, akan mengalami destruksi oleh hampir semua variabel lingkungan di alam. Panas dan dingin, cahaya, oksigen, kelembaban, kekeringan, waktu, dan kandungan enzim dalam bahan pangan itu sendiri, semua cenderung merusakkan bahan pangan.

Daging
            Daging didefinisikan sebagai semua jaringan hewan dan semua produk hasil pengolahan jaringan-jaringan tersebut yang sesuai untuk dimakan dan tidak menimbulkan gangguan kesehatan bagi yang memekannya. Munurut Forest et al. (1975) bahwa komposisi kimia daging terdiri dari protein yang kandungannya berfariasi antara 16-20% lemak, 1,5-13% senyawa non protein, 1,5% nitrogen, 1,0% senyawa organic dan air berfariasi antara 65-86%. Adapun kandungan lemaknya terdiri dari fosfolipida, cerebrosida, kolesterol, dan asam lemak esensial (Sutaryo 2004).
            Salah satu sifat daging dan produk hasil ternak adalah mudah mengalami kerusakan. Daging mudah mengalami kerusakan akibat adanya aktivitas pada daging atau produk daging, karena daging memenuhi persyaratan untuk perkembangan mikroorganisme termasuk mikroorganisme perusak, karena:
a.       Mempunyai kadar air yang tinggi (68-75%)
b.      Kaya dengan zat yang mengandung nitrogen dgn komplek yg berbeda
c.       Karbohidrat yg tinggi
d.      Kaya akan mineral untuk pertumbuhan    mikroba
e.       Mempunyai pH yang menguntungkan bagi sejumlah mikroorganisme (5,3-6,5) (Albiner 2002)
Keberadaan mikroorganisme pada pangan tak terkecuali daging atau produk olahan daging dipengaruhi oleh faktor-faktor, yaitu:
1.      Faktor intrinsik yang meliputi : aktivitas air, komposisi nutrien, pH, potensial redoks, adanya bahan pengawet alami dan tambahan.
2.      Faktor pengolahan
3.      Faktor ektrinsik yang meliputi suhu, kelembapan dan susunan gas,
4.      Faktor implisit (berbagai mikroba yang terdapat pada bahan makanan kadang-kadang mengakibatkan dua atau lebih jenis mikroorganime hidup bersama saling menguntungkan atau sebaliknya yang satu merugikan pertumbuhan mikroorganisme lain
5.      Faktor makana, yang pada dasarnya terbagi atas makanan yang mudah rusak, makanan yang awet dan bahan pangan yang awet (Supardi dan Sukanto1999).
Karena daging atau produk daging proses sangat mudah mengalami kerusakan oleh adanya aktivitas mikroorganisme perusak maka diperlukan penanganan penyimpanan atau pengolahan yang sesuai. Pada dasrnya metode-metode penyimpanan atau pengolahan tersebut hanya bisa menghambat pertumbuhan mikroorganime perusak, sehingga dari tiap metode hanya bisa mempertahankan kualitas daging atau daging proses untuk jangga waktu yang terbatas (Soeparto 1992). Terkecuali proses penanganan dengan metode sterilisasi yang bisa mempertahankan kualitas daging dan daging proses dalam jangga waktu yang lama dengan catatan bahwa persyaratan yang lain tetap terpenuhi seperti keadaan pengemasan yang baik.

analisis dan PEMBAHASAN


Kerusakan daging ditandai oleh terbentuknya senyawa-senyawa berbau busuk seperti amonia, H2S, indol, dan amin, yang merupakan hasil pemecahan protein oleh mikroorganisme. Daging yang rusak memperlihatkan perubahan organoleptik, yaitu bau, warna, kekenyalan, penampakan, dan rasa (Simanjuntak dan Rivai 2009). Berbagai tanda-tanda kerusakan pada daging:

a. Perubahan kekenyalan pada daging disebabkan oleh pemecahan struktur daging oleh berbagai bakteri.
b. Pembentukan lendir pada daging disebabkan oleh pertumbuhan berbagai mikroba seperti kamir, bakteri asam laktat (terutama oleh Lactobacillus, misalnya Lactobacillus. Viredences yang membentuk lendir berwarna hijau), Enterococcus, dan Bacillus thermosphacta.
c. Pembentukan asam, umumnya disebabkan oleh berbagai bakteri seperti Lactobacillus, Acinebacter, Bacillus, Pseudomonas, proteus,Microrocci, Clostidium, dan enterokoki.
d. Pembentukan warna hijau pada daging, terutama disebabkan oleh: pembentukan hydrogen peroksida (H2O2) oleh Lactobacillus Viridescens,
Lactobacillus fructovorans, Lactobacillus jenseni Di, Leuconostoc, Enterococcus faecium dan Enterococcus faecalis, pembentukan hidrogen sulfida (H2S) oleh Pseudomonas mephita, Shewanell putrefaciens, dan Lactobacillus sake.
e. Pembentukan warna kuning pada daging, disebabkan oleh Enterococcus cassliflavus dan Enterococcus mundtii.
f. Perubahan bau, misalnya: timbulnya bau busuk oleh berbagai bakteri karena
terbentuknya amonia, H2S, Indol dan senyawa-senyawa amin seperti diamin
kadaverin dan putresin.



Metode Penyimpanan Daging dan Pengaweta Daging
A.    Refrigeneresi
Penyimpanan karkas atau daging pada suhu dingin, meskipun dalam waktu yang singkat tetap diperlukan untuk mengurangi kontaminasi atau mengendalikan perkembangan mikrooraganime. Kemungkinan kerusakan daging atau karkas selama penyimpanan daging dapat diperkecil dengan cara penyimpanan karkas dalam bentuk yang dipotong-potong
Temperatur internal karkas sesaat setelah pemotongan yang berkisar antara 30-390C, selama penyimpanan dingin temperatur internal tersebut segera diturunkan sampai kuarng lebih 50C atau lebih dingin. Faktor yang mempengaruhi laju pendingian antara lain, panas spesifik karkas atau kapasitas panas, berat ukuran karkas, jumlah lemak eksternal, temperatur udara lingkungan pendingin, jumlah karkas dlam ruang pendingin dan jarak antara karkas (Muchtadi, Tien R. 1989).
Kelembapan relatif di dalam ruangan sebaiknya dijaga tetap tinggi (88-92%) untuk mencegah pengerutan karkas yang berlebihan yang disebabkan oleh hilangnya cairan karkas selama proses pendinginan. Penyimpanan dingin sebaiknya dibatasi dalam waktu yang relative singkat, karena perubahan-perubahan kerusakan yang meningkat sesuai dengan lama waktu penyimpanan. Faktor yang mempengaruhi penyimpanan daging dingin antara lain adalah jumlah mikroba awal, temperature dan kelembapan selama penyimpanan (Supardi dan Sukanto 1999).
B.     Pembekuan
Beberapa persyaratan untuk memperoleh hasil daging beku yang baik adalah:
1.      Daging segar harus berasal dari ternak yang sehat
2.      Pengeluaran darah saat pemotongan harus sesempurna mungkin,
3.      Temperature daging harus segera diturunkan pada temperature dingin
4.      Daging dibungkus dengan menggunakan material yang berkualitas baik, dan
5.      Temperatur pembekuan setidaknya 180C atau lebih rendah
Pembekuan merupakan metode yang sangat baik untuk pengawetan daging dan daging proses. Nilai nutrisi daging secara relatif tidak mengalami perubahan selama pembekuan dan penyimpanan beku dalam waktu yang terbatas. Laju pembekuan ada dua macam yaitu, pembekuan lambat dan pembekuan cepat. Waktu yang diperlukan untuk melewati temperatur 00C – 50C biasanya dipergunakan sebagai petunjuk kecepatan pembekuan (Simanjuntak dan Rivai 2009).
C.    Prosses Termal
Perlakuan termal adalah metode yang dipergunakan untuk membunuh mikroorganisme pembusuk dan mikroorganisme toksigenik di dalam daging atau daging proses. Jumlah panas yang digunakan pasa preservasi atau daging proses ada dua macam yaitu pemanasan sedang atau moderat temperature produk mencapau 580C-750C dan pemanasan pada temperatur tinggi, yang biasanya lebih tinggi dari 1000C.
D.    Iradiasi
Metode preservasi daging dengan radiasi umumnya mengunakan radiasi mengion terhadap produk. Radiasi mengion adalah radiasi yang mempunyai energi dan cukup untuk melepaskan elektron dari atom dan menghasilkan ion.
E.     Preservasi Kimia
Bahan kimia yang dipergunakan untuk preservasi dagimempunyai sifat antara lain:
1.      Menghambat atau mencegah perubahan kualitas daging selama penyimpanan terbatas.
2.      Memperpanjang masa simpan,
3.      Sebagai bahan pengawet,
4.      Menambah nilai gizi, aroma dan rasa
5.      Sebagai pewarna, pengatur pH dan pengatur kelembapan
F.     Pengasapan
            Pengasapan adalah proses pengawetan daging dengan cara memberikan asap pada daging dalam suhu dan jangka waktu tertentu. Tujuan utama pengasapan adalah pengembangan cita rasa, pengawetan, pengembangan warna, membuat atau menciptakan produk baru, dan melindungi dari oksidasi lemak (Soeparto 1992).
            Pengasapan dapat dikerjakan dengan metode antara lain, pengasapan panas, pengasapan dingin, kadang campura dari metode tersebut dan dengan metode elektrotsatis smoking. Pengasapan dilakukasn selama 4-8 jam di dalam almari pengasap.
            Proses pengasapan mempunyai beberapa akibat antara lain pengeruh yang bersifat mengawetkan yang timbulkan oleh penyimpanan atau penimbunan di permukaan daging senyawa kimia seperti formaldihid, asetaldehida, aseton diasetil, methanol, etanol, fenol, dan banyak senyawa lainnya (Siamanjuntak dan Rivai 2009).

KESIMPULAN

Daging merupakan bahan pangan yang sangat cepat mengalami kerusakan. Kerusakan pada daging umunya disebabkan oleh mikroorganisme. Jenis-jenis kerusakan pada daging antara lain, penbentukan asam, pembentukan hijau, berlendir, berbau. Adapun cara penyimpanan bahan pangan daging dapat dilakukan dengan, refrigenerasi, pendinginan, pembekuan, pengasapan, bahan kimia, proses termal dan iradiasi.

DAFTAR PUSTAKA

Albiner S.2002. Mikroba Patogen pada Makanan dan Sumber Pencemarannya, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, 2002 digitized by USU digital library
Muchtadi, Tien R.1989. Teknologi Proses Pengolahan Pangan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor.
Simanjuntak E, Rivai M. 2009. Deteksi Kebusukan Daging menggunakan
Sensor Polimer Konduktif dan Neural Network. Surabaya: Seminar Nasional Pascasarjana IX – ITS, ISBN No. 978-979-96565-5-1
Soeparto. 1992. Ilmu dan Teknologi Daging. Yogyakarta: UGM Press 
Supardi I, Sukanto. 1999. Mikrobiologi dalam Pengolahan dan Keamanan Pangan. Alumni. Bandung
Susiwi. 2009. Kerusakan Pangan. Jakarta: Universitas Pendidikan Indonesia
Sutaryo. 2004. Penyimpanan dan Pengawetan Daging. Semarang: Universitas Ponogoro.


Tidak ada komentar: