MAKALAH MIKROBIOLOGI PANGAN
KERUSAKAN
PADA BAHAN PANGAN DAGING
PENDAHULUAN
Latar
Belakang
Bahan makanan, selain merupakan sumber gizi bagi
manusia, juga merupakan sumber makanan bagi mikroorganisme. Pertumbuhan
mikroorganisme dalam bahan pangan dapat menyebabkan perubahan yang
menguntungkan seperti
perbaikan
bahan pangan secara gizi, daya cerna ataupun daya simpannya. Selain itu
pertumbuham mikroorganisme dalam bahan pangan juga dapat mengakibatkan
perubahan fisik atau kimia yang tidak diinginkan, sehingga bahan pangan
tersebut tidak layak dikomsumsi. Kejadian ini biasanya terjadi pada pembusukan
bahan pangan (Sutaryo 2004).
Bahan pangan dapat bertindak sebagai perantara atau
substrat untuk pertumbuhan mikroorganisme patogenik dan organisme lain penyebab
penyakit. Penyakit menular yang cukup berbahaya seperti tifus, kolera,
disentri, TBC, mudah tersebar melalui bahan makanan. Gangguan-gangguan
kesehatan, khususnya ganguan perut akibat makanan disebabkan, antara lain oleh kebanyakan
makan, alergi, kekurangan zat gizi, keracunan langsung oleh bahan-bahan kimia,
tanaman atau hewan beracun, toksin-toksin yang dihasilkan bakteri mengkomsumsi
pangan yang mengandung parasit-parasit hewan dan mikroorganisme.
Gangguan-gangguan ini sering dikelompokkan menjadi satu karena memiliki gejala
yang hampir sama (Albiner 2002)
Secara umum, istilah keracuan makanan yang
sering digunakan untuk menyebut gangguan yang disebabkan oleh mikroorganisme.,
mencakup gangguan-gangguan yang diakibatkan termakannya toksin yang dihasilkan
organisme-organisme tertentu dan gangguan-gangguan akibat terinfeksi organisme
penghasil toksin (Albiner 2002). Toksin-toksin dapat ditemukan secara alami
pada beberapa tumbuhan dan hewan atau suatu produk metabolit toksik yang
dihasilkan suatu metabolisme. Dengan demikian, intoksikasi pangan adalah
gangguan akibat mengkonsumsi toksin dari bakteri yang telah terbentuk dalam
makanan, sedangkan infeksi pangan disebabkan masuknya bakteri ke dalam
tubuh melalui makanan yang telah terkontaminasi dan sebagai akibat reaksi tubuh
terhadap bakteri atau hasil-hasil metabolismenya (Supardi dan Sukanto1999).
Tujuan
Mengetahui penyebab terjadinya
kerusakan pada daging dan ciri-ciri kerusakan serta cara penyimpanan yang baik
terhadap daging.
TINJAUAN PUSTAKA
Bahan
Pangan
Sejak
saat bahan pangan dipanen, dikumpulkan, ditangkap atau disembelih, bahan tersebut
akan mengalami kerusakan. Kerusakan ini akan berlangsung sangat lambat atau
sangat cepat tergantung dari macam bahan
pangan
(Susiwi 2009). Bahan pangan
mentah
dapat menjadi rusak atau busuk karena beberapa penyebab, diantaranya adalah
adanya aktifitas mikroba di dalam bahan pangan dan secara fisik akibat dari
proses produksi bahan pangan itu sendiri (misalnya pemanenan, pengiriman ke
pasar atau ke konsumen). Dalam pemilihan bahan pangan yang merupakan hasil
pertanian, perkebunan, perikanan dan peternakan harus memperhatikan beberapa
hal seperti, penampilannya baik dan tidak menunjukkan tanda-tanda kerusakan
atau kebusukan, waktunya tidak terlalu lama sejak dipanen atau dipotong,
kondisi fisiknya sudah cukup tua (matang) sesuai dengan umur panen (Handono
2011).
Semua makluk hidup memerlukan makanan untuk
pertumbuhan dan mempertahankan kehidupannya. Bakteri, khamir dan kapang,
insekta dan rodentia (binatang pengerat) selalu berkompetisi dengan manusia
untuk mengkonsumsi persediaan pangannya (Albiner 2002). Senyawa
organik yang sangat sensitif dalam bahan pangan, dan keseimbangan biokimia dari
senyawa tersebut, akan mengalami destruksi oleh hampir semua variabel
lingkungan di alam. Panas dan dingin, cahaya, oksigen, kelembaban, kekeringan,
waktu, dan kandungan enzim dalam bahan pangan itu sendiri, semua cenderung
merusakkan bahan pangan.
Daging
Daging
didefinisikan sebagai semua jaringan hewan dan semua produk hasil pengolahan
jaringan-jaringan tersebut yang sesuai untuk dimakan dan tidak menimbulkan
gangguan kesehatan bagi yang memekannya. Munurut Forest et al. (1975) bahwa
komposisi kimia daging terdiri dari protein yang kandungannya berfariasi antara
16-20% lemak, 1,5-13% senyawa non protein, 1,5% nitrogen, 1,0% senyawa organic
dan air berfariasi antara 65-86%. Adapun kandungan lemaknya terdiri dari
fosfolipida, cerebrosida, kolesterol, dan asam lemak esensial (Sutaryo 2004).
Salah satu sifat daging dan produk
hasil ternak adalah mudah mengalami kerusakan. Daging mudah mengalami kerusakan
akibat adanya aktivitas pada daging atau produk daging, karena daging memenuhi
persyaratan untuk perkembangan mikroorganisme termasuk mikroorganisme perusak,
karena:
a.
Mempunyai
kadar air yang tinggi (68-75%)
b.
Kaya dengan
zat yang mengandung nitrogen dgn komplek yg berbeda
c.
Karbohidrat yg
tinggi
d.
Kaya akan
mineral untuk pertumbuhan mikroba
e. Mempunyai pH yang menguntungkan bagi sejumlah
mikroorganisme (5,3-6,5) (Albiner 2002)
Keberadaan mikroorganisme
pada pangan tak terkecuali daging atau produk olahan daging dipengaruhi oleh
faktor-faktor, yaitu:
1.
Faktor
intrinsik yang meliputi : aktivitas air, komposisi nutrien, pH, potensial
redoks, adanya bahan pengawet alami dan tambahan.
2.
Faktor
pengolahan
3.
Faktor
ektrinsik yang meliputi suhu, kelembapan dan susunan gas,
4.
Faktor
implisit (berbagai mikroba yang terdapat pada bahan makanan kadang-kadang
mengakibatkan dua atau lebih jenis mikroorganime hidup bersama saling
menguntungkan atau sebaliknya yang satu merugikan pertumbuhan mikroorganisme
lain
5.
Faktor makana,
yang pada dasarnya terbagi atas makanan yang mudah rusak, makanan yang awet dan
bahan pangan yang awet (Supardi dan Sukanto1999).
Karena daging atau produk daging proses sangat mudah mengalami kerusakan
oleh adanya aktivitas mikroorganisme perusak maka diperlukan penanganan
penyimpanan atau pengolahan yang sesuai. Pada dasrnya metode-metode penyimpanan
atau pengolahan tersebut hanya bisa menghambat pertumbuhan mikroorganime
perusak, sehingga dari tiap metode hanya bisa mempertahankan kualitas daging
atau daging proses untuk jangga waktu yang terbatas (Soeparto 1992). Terkecuali
proses penanganan dengan metode sterilisasi yang bisa mempertahankan kualitas
daging dan daging proses dalam jangga waktu yang lama dengan catatan bahwa
persyaratan yang lain tetap terpenuhi seperti keadaan pengemasan yang baik.
analisis
dan PEMBAHASAN
Kerusakan daging ditandai oleh terbentuknya senyawa-senyawa
berbau busuk seperti amonia, H2S, indol, dan amin, yang merupakan hasil pemecahan
protein oleh mikroorganisme. Daging yang rusak memperlihatkan perubahan
organoleptik, yaitu bau, warna, kekenyalan, penampakan, dan rasa (Simanjuntak
dan Rivai 2009). Berbagai tanda-tanda kerusakan pada daging:
a.
Perubahan kekenyalan pada daging disebabkan oleh pemecahan
struktur daging oleh berbagai bakteri.
b.
Pembentukan lendir pada daging disebabkan oleh pertumbuhan
berbagai mikroba seperti kamir, bakteri asam laktat (terutama oleh Lactobacillus,
misalnya Lactobacillus. Viredences yang membentuk lendir
berwarna hijau), Enterococcus, dan Bacillus thermosphacta.
c.
Pembentukan asam, umumnya disebabkan oleh berbagai bakteri
seperti Lactobacillus, Acinebacter, Bacillus, Pseudomonas, proteus,Microrocci,
Clostidium, dan enterokoki.
d.
Pembentukan warna hijau pada daging, terutama disebabkan
oleh: pembentukan hydrogen peroksida (H2O2) oleh Lactobacillus Viridescens,
Lactobacillus
fructovorans, Lactobacillus jenseni Di, Leuconostoc, Enterococcus faecium dan
Enterococcus faecalis, pembentukan hidrogen sulfida (H2S) oleh Pseudomonas mephita,
Shewanell putrefaciens, dan Lactobacillus sake.
e.
Pembentukan warna kuning pada daging, disebabkan oleh
Enterococcus cassliflavus dan Enterococcus mundtii.
f.
Perubahan bau, misalnya: timbulnya bau busuk oleh
berbagai bakteri karena
terbentuknya
amonia, H2S, Indol dan senyawa-senyawa amin seperti diamin
kadaverin
dan putresin.
Metode Penyimpanan Daging dan
Pengaweta Daging
A.
Refrigeneresi
Penyimpanan karkas atau
daging pada suhu dingin, meskipun dalam waktu yang singkat tetap diperlukan
untuk mengurangi kontaminasi atau mengendalikan perkembangan mikrooraganime.
Kemungkinan kerusakan daging atau karkas selama penyimpanan daging dapat
diperkecil dengan cara penyimpanan karkas dalam bentuk yang dipotong-potong
Temperatur internal
karkas sesaat setelah pemotongan yang berkisar antara 30-390C,
selama penyimpanan dingin temperatur internal tersebut segera diturunkan sampai
kuarng lebih 50C atau lebih dingin. Faktor yang mempengaruhi laju
pendingian antara lain, panas spesifik karkas atau kapasitas panas, berat
ukuran karkas, jumlah lemak eksternal, temperatur udara lingkungan pendingin,
jumlah karkas dlam ruang pendingin dan jarak antara karkas (Muchtadi, Tien R.
1989).
Kelembapan relatif di dalam ruangan sebaiknya dijaga
tetap tinggi (88-92%) untuk mencegah pengerutan karkas yang berlebihan yang
disebabkan oleh hilangnya cairan karkas selama proses pendinginan. Penyimpanan
dingin sebaiknya dibatasi dalam waktu yang relative singkat, karena
perubahan-perubahan kerusakan yang meningkat sesuai dengan lama waktu
penyimpanan. Faktor yang mempengaruhi penyimpanan daging dingin antara lain
adalah jumlah mikroba awal, temperature dan kelembapan selama penyimpanan
(Supardi dan Sukanto 1999).
B. Pembekuan
Beberapa persyaratan untuk memperoleh hasil daging
beku yang baik adalah:
1. Daging
segar harus berasal dari ternak yang sehat
2. Pengeluaran
darah saat pemotongan harus sesempurna mungkin,
3. Temperature
daging harus segera diturunkan pada temperature dingin
4. Daging
dibungkus dengan menggunakan material yang berkualitas baik, dan
5. Temperatur
pembekuan setidaknya 180C atau lebih rendah
Pembekuan merupakan metode yang sangat baik untuk
pengawetan daging dan daging proses. Nilai nutrisi daging secara relatif tidak
mengalami perubahan selama pembekuan dan penyimpanan beku dalam waktu yang
terbatas. Laju pembekuan ada dua macam yaitu, pembekuan lambat dan pembekuan
cepat. Waktu yang diperlukan untuk melewati temperatur 00C – 50C
biasanya dipergunakan sebagai petunjuk kecepatan pembekuan (Simanjuntak dan
Rivai 2009).
C. Prosses Termal
Perlakuan termal adalah metode yang dipergunakan
untuk membunuh mikroorganisme pembusuk dan mikroorganisme toksigenik di dalam
daging atau daging proses. Jumlah panas yang digunakan pasa preservasi atau
daging proses ada dua macam yaitu pemanasan sedang atau moderat temperature
produk mencapau 580C-750C dan pemanasan pada temperatur
tinggi, yang biasanya lebih tinggi dari 1000C.
D. Iradiasi
Metode preservasi daging dengan radiasi umumnya
mengunakan radiasi mengion terhadap produk. Radiasi mengion adalah radiasi yang
mempunyai energi dan cukup untuk melepaskan elektron dari atom dan menghasilkan
ion.
E. Preservasi Kimia
Bahan kimia yang dipergunakan untuk preservasi
dagimempunyai sifat antara lain:
1. Menghambat
atau mencegah perubahan kualitas daging selama penyimpanan terbatas.
2. Memperpanjang
masa simpan,
3. Sebagai
bahan pengawet,
4. Menambah
nilai gizi, aroma dan rasa
5. Sebagai
pewarna, pengatur pH dan pengatur kelembapan
F.
Pengasapan
Pengasapan adalah proses pengawetan
daging dengan cara memberikan asap pada daging dalam suhu dan jangka waktu
tertentu. Tujuan utama pengasapan adalah pengembangan cita rasa, pengawetan,
pengembangan warna, membuat atau menciptakan produk baru, dan melindungi dari
oksidasi lemak (Soeparto 1992).
Pengasapan dapat dikerjakan dengan
metode antara lain, pengasapan panas, pengasapan dingin, kadang campura dari
metode tersebut dan dengan metode elektrotsatis
smoking. Pengasapan dilakukasn selama 4-8 jam di dalam almari pengasap.
Proses pengasapan mempunyai beberapa
akibat antara lain pengeruh yang bersifat mengawetkan yang timbulkan oleh
penyimpanan atau penimbunan di permukaan daging senyawa kimia seperti
formaldihid, asetaldehida, aseton diasetil, methanol, etanol, fenol, dan banyak
senyawa lainnya (Siamanjuntak dan Rivai 2009).
KESIMPULAN
Daging merupakan bahan pangan yang sangat cepat
mengalami kerusakan. Kerusakan pada daging umunya disebabkan oleh
mikroorganisme. Jenis-jenis kerusakan pada daging antara lain, penbentukan
asam, pembentukan hijau, berlendir, berbau. Adapun cara penyimpanan bahan
pangan daging dapat dilakukan dengan, refrigenerasi, pendinginan, pembekuan,
pengasapan, bahan kimia, proses termal dan iradiasi.
DAFTAR
PUSTAKA
Albiner
S.2002. Mikroba Patogen pada Makanan dan Sumber Pencemarannya, Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, 2002 digitized by
USU digital library
Muchtadi,
Tien R.1989. Teknologi Proses Pengolahan Pangan. Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Pusat Antar Universitas
Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor.
Simanjuntak
E, Rivai M. 2009. Deteksi Kebusukan Daging menggunakan
Sensor
Polimer Konduktif dan Neural Network. Surabaya: Seminar Nasional Pascasarjana IX – ITS,
ISBN No. 978-979-96565-5-1
Soeparto.
1992. Ilmu dan Teknologi Daging. Yogyakarta: UGM Press
Supardi I, Sukanto. 1999. Mikrobiologi dalam
Pengolahan dan Keamanan Pangan. Alumni. Bandung
Susiwi. 2009. Kerusakan Pangan. Jakarta:
Universitas Pendidikan Indonesia
Sutaryo. 2004. Penyimpanan dan Pengawetan Daging.
Semarang: Universitas Ponogoro.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar